Sejak saya kecil, orang
tua saya mengajarkan agar selalu hidup dalam kesederhanaan, jangan kepenginan. Walaupun mungkin hingga
sampai sekarang, jika saya melihat sesuatu yang menarik mata, saya merasa ingin
memiliki apa yang mereka miliki. Namun, semua itu hanya sebatas "merasa
ingin" saja, hanya sebatas "ih bagus nih", "ih barang itu
cantik deh" , tidak lebih.
Sebenarnya, sederhana
tidak tertuju pada materi tertentu. Sederhana bukan berarti miskin, sengsara,
dan tidak memiliki apa-apa. Namun sederhana ialah sikap seseorang yang ikhlas
menerima dan bersyukur atas apa yang telah ia peroleh. Ia tidak berlebihan
dalam bersikap. Ia akan bersikap low-profile
setiap saat.
Salah satu contoh sikap
sederhana adalah sikapnya Nabi Sulaiman as. Beliau adalah pemilik kerajaan
terbesar di dunia yang memerintah dengan sederhana. Istana beliau sangat megah,
singgasana terbuat dari emas, dan makanan minuman melimpah ruah namun beliau
tetap sederhana. Beliau juga memiliki berbagai kelebihan seperti bisa berbicara
dengan hewan, bisa mengendarai angin, dan lain sebagainya. Walaupun dikaruniai
berbagai macam hal, beliau selalu bersikap sederhana.
Berbeda dengan oknum
orang tertentu. Saya pernah menemui orang yang penampilan luarnya laksana ratu
yang memiliki harta kekayaan yang melimpah. Mobil dan motor setiap tahun ganti.
Pakaian, tas, dan sepatu harus matching
biar ada yang ngelirik. Biar
orang-orang memujinya. Biar orang-orang tunduk dan patuh dengan dia. Namun
ternyata di balik kemewahannya, ia memiliki utang di sana-sini. Hidupnya tidak
tenang karena selalu dioyak-oyak sama
debt collector. Hidupnya ternyata
tidak pernah merasa puas karena selalu ingin lebih daripada si A, si B, dan si
si yang lainnya.