Siang itu (12/11/2016), saya dan teman-teman panitia
Kongres IKANAS STAN 2016 yang berada di belakang kursi pun langsung bertanya-tanya
apa yang sedang terjadi. Kami masih belum selesai mengunyah makan siang,
tiba-tiba orang yang berada di paling depan menyebutkan bahwa berdasarkan
musyarawah mufakat para pasangan calon, ditetapkan bahwa Ketua IKANAS STAN pada
tiga periode ke depan adalah ini, ini, dan ini. Kemudian tidak lama setelah
itu, ada salah seorang calon ketua maju ke depan dan menyatakan bahwa ia mengundurkan
diri.
Saya yang memang buta sekali
dengan yang namanya politik, akhirnya kepo
juga.
Ini gimana sih? Kok bisa
mengundurkan diri gitu? Ini kan ada empat pasangan calon, terus kenapa hasil
musyawarah cuma dari mereka aja? Bukannya para delegasi hadir ke sini itu buat
milih mereka ya? Lhah, terus gunanya kita nyiapin kotak suara buat apa ik? Mana
semalem kita kan udah latihan buat pemungutan suara juga, udah ada denahnya
kita di mana, dan kita ngapain aja
tugasnya. Terus, ini hasil kongres ternyata cuma kayak gini aja nih? Yaelah,
serius ini lawak banget.
Saya kemudian berpikir, demokrasi
macam apa ini? Padahal setahu saya, dari hasil belajar Pendidikan Kewarganegaraan
selama ini, musyawarah mufakat itu adalah hasil musyawarah dari para anggota.
Anggota dalam kongres ini adalah dari para delegasi yang memilih, bukan malah
dari pasangan calon saja. Para delegasi mempunyai hak suara, namun
kenyataannya, suara mereka dinihilkan. Tidak heran jika akhirnya ruangan
menjadi semakin memanas. Para delegasi pun juga memilih untuk keluar dengan menunjukkan kemarahan dan
kekecewaan mereka.
Ya bagaimana tidak kecewa, lha wong mereka sudah bela-belain
datang, duduk berjam-jam hanya untuk mendengarkan celotehan aja, dan bahkan
rela untuk tidak pulang padahal anak-anak mereka di rumah sudah kangen. Eh,
malah hasilnya seperti ini. Sangat lucu.
Oh iya, sebelum saya memasuki
gedung, saya berada di bagian meja
registrasi. Pada saat itu, ada salah seorang bapak yang membawa pasukan non-delegasi
DI Pajak angkatan 2015. Padahal yang diperbolehkan masuk ke dalam hanya para
delegasi. Nah, si bapak itu marah-marah, memaksakan kehendak agar anak-anaknya
bisa masuk ke dalam gedung untuk menyaksikan pertunjukan komedi ini. Setelah berdebat
cukup lama, akhirnya kami pun membolehkan mereka untuk masuk.
Ah, sudah deh ya. Saya akan
segera mengakhiri tulisan ini karena saya memang tidak paham siapa perancang di
balik semuanya. Apakah ada kepentingan terselubung atau bagaimana, saya juga
tidak mengerti.
Ingat ini ya, Pak, Bu.
IKANAS STAN bukan hanya milik
kalian yang berkepentingan saja. IKANAS STAN itu milik saya, kalian, dan semua
alumni STAN yang tersebar di seluruh Indonesia maupun di luar Indonesia. Kalian
tidak hanya membawa nama kalian, tetapi juga membawa nama seluruh alumni STAN.
Saya hanya bisa berharap, semoga para pasangan yang sudah
terpilih (read: memilih sendiri)
dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, jujur dan amanah. Aamiin.
No comments:
Post a Comment
Sampaikan komentar kamu :D