Ilustrasi bicara dan mendengarkan. (mrhayata/Flickr) |
Ternyata, menjadi
pendengar yang baik itu tidak mudah.
Satu April dua ribu
enam belas pukul nol nol lewat empat puluh lima menit, ada seorang teman yang
mengirim pesan kepada saya,
“Kalau dari apa yang
aku rasain sekarang, aku gak ngerasa tertarik buat cerita ke kamu soalnya ya udah
gitu-gitu mulu. Aku sih ngerasa kamu gak bener-bener merhatiin sama apa yang
aku ceritain, ujung-ujungnya basi di tengah jalan.”
Kamu
gak bener-bener merhatiin sama apa yang aku ceritain.
Itu adalah kalimat yang
berulang kali saya baca.
Saya merasa sangat
bersalah. Saya merasa gagal menjadi seorang teman bagi dia. Saya sadar, saya
memang bukan pendengar yang baik. Terkadang saya memang tidak memperhatikan
secara detail apa yang orang-orang ceritakan kepada saya. Saya teringat
beberapa tahun yang lalu, bapak saya pernah mengatakan hal serupa. Beliau
memarahi saya karena saya bermain handphone
saat beliau berbicara hal penting kepada saya. Beliau bahkan mengatakan,
“Kalau sikapmu sampai
besok masih seperti ini, bapak nggak bisa menjamin kamu bakal dapat teman yang
benar-benar perhatian sama kamu. Bapak nggak bisa menjamin kalau kamu bakal
bisa bersosialisasi dengan baik terhadap orang lain.”
Sejak bapak saya
berkata seperti itu, saya berusaha untuk menjadi pendengar yang baik. Saya berusaha
untuk memperhatikan setiap kisah orang-orang yang mereka ceritakan kepada saya.
Namun ternyata hal tersebut tidak mudah. Buktinya, saya masih tetap saja melakukan
hal serupa.
Sebenarnya, pendengar yang baik itu
bukan hanya sekadar mendengarkan. Tetapi ia harus lebih memperhatikan dan
peduli saat orang lain berbicara kepadanya. Pendengar yang baik
harus bisa memahami hal apa yang sebenarnya disampaikan kepadanya. Pendengar yang
baik harus bisa melihat dari sudut pandang orang yang bercerita, bukan hanya
dari sudut pandang pribadinya. Pendengar yang baik juga harus bisa mengerti
perasaan dan jalan pemikiran orang-orang yang bercerita kepadanya.
Hmm, semoga saja ke depannya
saya mampu menjadi pendengar yang baik, bagi siapapun. Aamiin.
PS:
Untuk kamu, terima
kasih sudah mengingatkan akan hal ini. Maaf jika selama ini aku belum bisa
menjadi pendengar yang baik. Namun ke depannya, insya Allah aku akan berusaha
untuk lebih memperhatikan setiap kisah perjalananmu. Aku tidak hanya ingin mendengar, namun aku juga ingin lebih mengenal dan memahami kehidupan.
Perihal mendengarkan, terkadang menjadi pendengar yang baik bukanlah soal kita mau atau tidak, tapi semua kembali pada kerelaan. Kerelaan telinga menerima sampah curhatan segala masalah dari teman kita. Dan haraplah ingat, kenapa tuhan memberi 2 telinga dan 1 mulut adalah untuk mengingatkan bahwa SEDIKIT BICARA, BANYAKLAH MENDENGAR :)))
ReplyDeleteemang agak susah jd pendengar yg baik. apalagi kalau yg didengerin soal itu itu saja, yg bikin hati malah kembang kempis kesel.
ReplyDeletetp aku lg brusaha jd pendengar yg baik, terutama utk keluargaku, wabilkhusus si kecil
makasih renungannya yak
cuss kos mu, dengarkan curhatku wkwk
ReplyDelete