Pages

November 2, 2018

Mengakrabi Bintaro dan Segala Isinya


Hai, rumahku (re: blogku)! Aku kembali lagi nih. Kangen gak sama aku? Kangen dong pasti heuhe.

Alhamdulillah, aku sudah lulus. Dan sekarang, mau tidak mau aku harus meninggalkan Bintaro. Kalau ada yang bertanya, "Sedih ga sih ninggalin Bintaro?" Aku pasti akan jawab, "Iya, aku sedih. Sedih banget."

"Kenapa?"

"Karena terlalu banyak sudut kenangan yang enggan untuk dilupakan."

Dimulai dari kosanku, saksi bisuku untuk me-time ketika aku lelah dengan riuhnya kehidupan di luar sana, tempatku menangis siang malam karena rindu yang menggebu, dan tempatku belajar agar bisa survive hingga kelopak mataku menjadi tebal karena tidak tidur.

Kemudian, keluar menuju Gang Jengkol, Kalimangso yang setiap Senin malamnya selalu ada pasar kaget. Tempat ini selalu ramai, kecuali ketika musim ujian. Sepi. Hanya beberapa mahasiswa yang datang. Warkop dan angkringan selalu menjadi andalan di Gang Jengkol ini ketika sedang ingin makan murah dan enak. Maju sedikit ke Gang Pocong, Kalimangso. Kukira awalnya di situ banyak pocongnya, ternyata bukan. Nama itu dibuat karena bentuk jalannya mirip pocong. Walaupun tidak ada pocongnya, tetap aja merinding kalau lewat situ malam-malam. Di jalan itu, pahaku pernah diraba dong sama orang yang sedikit ga waras. Huh! Kesal!

Adapula Kalimangso lain, aku menyebutnya Kalimangso dalam. Di daerah situ sumpek, seperti tidak ada cahaya matahari yang masuk karena jarak antar rumah sangat berdekatan. Untuk jalan mahasiswa aja macetnya bisa mencapai 50 meter dan bahkan lebih. Kalau pas lagi hujan deras, di Kalimangso selalu banjir. Aku pun harus nyeker dan ganti seragam dan sepatu di gedung kampus saat hujan melanda. Kotoran yang awalnya berada di dalam saluran got, akhirnya pun meluap juga. Agak sedikit jijik jika dibayangkan. Tapi, mau gimana lagi. Aku ya tetap lewat situ karena Kalimangso merupakan jalan terdekat dari kosku ke kampus.

Lalu, tidak lupa Gedung C, D, E, F, K, I, dan J tempatku memperoleh ilmu akademik. Banyak kejadian 'menyeramkan' di gedung-gedung itu, dari yang mulai langit-langitnya bocor, AC tidak dingin, meja dan kursi rusak, hingga layar LCD tidak nyala pun pernah aku alami. Sekolah pemerintah kok gitu sih fasilitasnya? Ya memang. Justru karena milik pemerintah dan gratis, jadi ya kami tidak bisa apa-apa hingga pada akhirnya perlahan dibenarkan dan sekarang sudah mulai mendingan.

Selanjutnya, ada plasma tempat yang biasanya untuk kumpul dan rapat, kantin parma yang panas dan banyak kucingnya untuk tempatku mengisi perut, bendungan untuk menunggu suatu hal, jogging track untuk lari atau jalan santai, Student Center dan Gedung G untuk acara besar, seminar, dan kuliah umum, Masjid Baitul Maal tempatku mentoring setiap minggunya, serta tidak ketinggalan tugu jurusan dan air mancur untuk spot foto favoritnya anak STAN.

Selama di Bintaro, kalau mau jalan-jalan, aku hanya ke Plaza Bintaro, Lotte Mart, dan Bintaro Xchange Mall. Mau ke tempat yang alam-alam susah carinya. Akhirnya ya cuma ke tamannya Bintaro Xchange. Melihat anak-anak kecil lari-lari, rumput hijau yang luas, dan langit yang cerah sudah cukup menghilangkan kejenuhan untukku. Kalau ujian tiba, McD, KFC, dan perpustakaan pun menjadi temanku belajar ketika aku bosan belajar di kosan.

Bintaro juga memiliki banyak perumahan elite. Namun, di balik tembok-tembok tinggi itu, terdapat satu tempat yang menurutku memprihatinkan. Orang-orang sering menyebutnya Lapak Sarmili. Di Lapak Sarmili, ada kehidupan lain yang masih dipandang sebelah mata. Di sana terdapat rumah yang tidak layak huni, fasilitas yang tidak memadai, dan uang yang tidak mencukupi. Bukan hanya orang tua, anak-anak pun juga ikut mencari pundi-pundi rupiah. Mereka menjelajah dari satu rumah ke rumah lain, keluar pagi dan bahkan dini hari hingga petang dan bahkan larut malam saat gerobak mereka sudah penuh.

Benar-benar ironis memang. Di balik gedung dan pagar tinggi ternyata masih terdapat kehidupan seperti ini. Aku tidak tahu apakah mereka memiliki banyak mimpi sepertiku, atau hanya hidup sekadar untuk makan dan bertahan hidup. Aku juga tidak tahu apakah negara mengetahui keadaan ini. Kalaupun sudah tahu, apa yang sudah dilakukan untuk mengentaskannya?

Bintaro, meski sebenarnya aku menginginkan pergi, tapi bolehkah aku berjumpa lagi denganmu, suatu saat nanti? Semoga bisa ya karena aku ingin menemuimu lagi di tahun 2021 untuk menimba ilmu, menambah jaringan, dan mencecap pengalaman lain. Aku harap, akan ada cerita lain yang lebih baik daripada ceritaku yang sekarang.

Semoga.

2 comments:

  1. Just wanna remark that you have a very nice site, I love the pattern it actually stands out.

    ReplyDelete
  2. Very interesting subject, thanks for posting.

    ReplyDelete

Sampaikan komentar kamu :D